Sidikfakta.com – Pasangan cawapres no 1 yakni Gus Muhaimin Iskandar yang belakangan ini ramai di bicarakan karena aksinya di dalam sebuah video yang beredar di berbagai media sosial. Hal itu di sampaikannya saat kampanye akbar di JIS (Jakarta International Stadium) pada hari Sabtu (10/02/2024). Dimana didalam video tersebut , beliau merubah syiir asli dari sholawat yang di lantunkan. Netizen mengatakan bahwa syiir Sholawat Cak Imin tersebut mengandung unsur kebencian dan mengandung unsur menyindir pasangan calon lain.
Dengan memiliki latar belakang pribadi yang paham tentang agama , sangat di sayangkan jika sekelas beliau melantunkan syiir sholawat di ubah menjadi lirik untuk menyindir lawan. Sebagaimana kita semua mengetahui bahwa di dalam syiir asli dari sholawat tersebut pastinya mengandung unsur atau mengajarkan kebaikan, karena membawa nama Baginda Rosulullah Nabi Muhammad SAW.
AM. Juma’i : Sholawat Cak Imin Bukan Penistaan Agama Tapi Keluar Dari Zona Kewajaran Alias Tidak Beretika
Dari fenomena yang sedang hangat di perbincangkan, maka dari itu Pimpinan Redaksi Sidik Fakta Mohammad Solekhan, langsung menghubungi lewat telepon dengan salah satu tokoh di Semarang yang cukup fenomenal dan terkenal, yaitu Bapak Dr. H. AM. Juma’i, S.E., M.M. selaku Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PW Muhammadiyah Jawa Tengah, pada hari senin malam pukul 20.00 WIB (12/02/2024).
“Sebetulnya sholawat itu boleh di lantunkan di mana saja dalam batasan etika adalah kebutuhan etika yang positif. Boleh di ganti tapi dengan kalimat-kalimat positif. Tapi, jika sholawatan itu di gunakan untuk hal – hal yang negatif, seperti menyindir, menghina orang lain, itu sangat di sayangkan. Bisa di anggap sebagai hal yang tidak wajar. Dengan menggaanti syiir sholawat tersebut memang bukan sebagai bentuk penistaan agama. Tetapi merupakan missed ethics atau kegagalan dalam etika untuk terkait dengan keagamaan.” Ucap Bp. AM. Juma’i.
Kemudian salah satu wartawan sidik fakta juga menanyakan kepada Bapak Dr. H. AM. Juma’i, S.E., M.M. terkait tentang Politik Identitas. “Politik identitas itu boleh di lakukan bilamana di lakukan hanya untuk memperlihatkan background dari tokoh politik tersebut. Tetapi , sangat disalahkan atau tidak etis jika politik identitas itu di gunakan untuk memengaruhi / menyudutkan / menggiring seseorang dan menjadikan senjata apalagi agama utuk meraih dukungan dari orang lain.”
Harapan dari Bapak Dr. H. AM. Juma’i, S.E., M.M. jika ingin menggunakan sholawat hendaknya jangan sampai keluar dari zona kewajaran / zona etik. Yaitu menggunakan sholawat untuk kepentingan yang positif bukan untuk menghina. Dengan adanya kejadian ini, untuk kedepannya jangan sampai di tiru oleh tokoh – tokoh politik lainnya hanya untuk mencari simpati dari orang lain / pendukungnya.
Isna Rosiana Dewi // Reporter