Lombok Tengah – Aktifis Senior NTB, Hasan Masat mencurigai adanya operasi senyap yang terjadi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) di Dinas Kesehatan (Dikes) kabupaten Lombok Tengah. Menurut Hasan Masat, kesan ini muncul karena banyaknya masalah-masalah dilingkup Dinas Kesehatan Lombok Tengah. Yang tidak pernah berujung pada kepastian hukum atau sampai ke peradilan untuk menguji kebenaran dan keadilan.
“Dari berbagai kasus yang di tangani oleh kepolisian dan kejaksaan ‘menguap’, tidak jalan dan tekesan angin lalu saja, katakanlah, kasus puskesmas awang, yang konon telah di SP3 kan, kejaksaan seharusnya menunjukkan surat SP3 tersebut kepada publik, demikian juga entah bagaimana perjalanan kasus puskesmas dua batu, batu jangkih dan batunyale, puskesmas ubung, dana dana penanganan stunting yang demikian besar juga tidak menunjukkan hasil penanganan serta jauh dari transparansi.,”ungkap Hasan melalui pesan WA Minggu (17/12/2023).
Aktifis Senior NTB Cium Aroma Operasi Senyap APH di Lombok Tengah
“Kita tengah mengumpulkam berbagai informasi dan mempertajam soal-soal yang nampaknya menjadi kendala atau penyebab beberapa kasus yang pernah mendapat perhatian publik, tapi tak berujung pada peradilan.,”Tambahnya.
Lebih lanjut, kata Hasan berbagai alasan nampaknya tidak masuk akal, seperti karena pergantian Kapolres maupun Kajari. Beliau berharap seharusnya siapapun Kapolres maupun Kajari harusnya di lanjutkan kasus kasus tersebut.
“Dalam waktu dekat, kami juga akan bersurat meminta pendapat maupun penjelasan kepada Kapolres dan Kejari. Bahkan ke kepolisian di atasnya seperti Kapolda dan Kapolri serta tentu juga pada Kajati dan Kejaksaan Agung. Kalau memang di lombok tengah tidak bisa bekerja APH-APH nya.”tegas Hasan.
Yang lebih parah menurut Hasan, dari berbagai informasi untuk proyek-proyek di Dinas Kesehatan kedepan telah tersandra oleh klik seorang pengusaha. Yang leluasa mengatur segala keputusan Kadis Kesehatan, dan bukan tidak mungkin ada monopoli pada paket-paket kegiatan. Kalau sudah monopoli itu berarti awal korupsi. “Ini memang baru indikasi, tapi bahaya jika di biarkan.”ujarnya.
Syamsul Hadi
Kaperwil NTB