DESA merupakan salah satu organisasi dalam struktur pemerintahan yang berada di tingkat paling kecil yang dekat dengan kehidupan masyarakat secara langsung dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa dengan berbagai macam latar belakang sejarah dan kekentalan budaya yang ada menjadikan nilai tersendiri dalam penerapan sebuah kebijakan yang diberikan pemerintah pusat ke seluruh desa-desa yang ada di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
Selama ini pemerintah telah menjadikan desa sebagai salah satu poros utama pembangunan. Besaran anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) dari tahun ke tahun sejak 2015 terus mengalami peningkatan. Data Kementerian Keuangan (2020) menunjukkan bahwa pada awalnya, pada 2015, dana desa digulirkan hanya sebesar Rp20,8 triliun dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga pada RAPBN 2021 jumlah dana desa yang digulirkan sebesar Rp72 triliun. Angka tersebut mengalami kenaikan 1,1% dari tahun sebelumnya yakni sebesar Rp71,2 triliun pada 2020.
Dana desa merupakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditransferkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten atau kota dan diprioritaskan untuk pembangunan daerah utamanya di desa dan pemberdayaan masyarakat desa setempat. Dana desa sejatinya memiliki tujuan untuk meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat desa setempat, mengentaskan kemiskinan di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, dan memperkuat partisipasi masyarakat desa dalam pelaksanaan pembangunan desa.
tapi, Apakah Dana Desa selama ini sudah tepat sasaran sesuai tujuan mulia dan fungsi penggunaan Dana Desa ? ini yang harusnya menjadi kesadaran semua masyarakat untuk bareng – bareng mengawasi dan mengontrol penggunaan Dasa Desa di wilayah masing – masing agar tidak disalahgunakan. Menurut UU Desa, dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik (seperti jalan), sarana ekonomi (seperti pasar), sarana sosial (seperti klinik), serta untuk meningkatkan kemampuan berusaha masyarakat desa. Tujuan akhirnya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi kesenjangan kota-desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
sangat jelas sekali bahwa penggunakan dana desa difungsikan untuk infrastuktur fisik (jalan) yang paling utama yang harus diutamakan. apalagi bahwa jalan tersebut memang secara resmi tercatat sebagai jalan desa (sesuai peta desa). hal tersebut menjadi tanggung jawab penuh dari pemerintah desa atau pemangku pemerintahan wilayah setempat. penggunaan APBDES tidak harus didasarkan berapa banyak orang yang menikmati jalan tersebut tetapi didasarkan dari pemerataan pembangunan wilayah.
jika itu diabaikan berarti sudah ada dugaan bahwa penggunaan Dana Desa tidak sesuai dengan tujuan awal. masyarakat berhak mempertanyakan dan mengontrol penggunaan dana desa tersebut. apalagi berkaitan dengan Rancangan Anggaran Biaya dan pengeluaran dana nyatanya untuk pembangunan desa.
pemerintah desa yang mencoba bermain – main dengan kepentingan tersebut (dana desa) Akibat perbuatannya, Kades dikenai Pasal 2 juncto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 20 Tahun 2021 dengan ancaman 20 tahun penjara. jika ditemukan dugaan penyelewengan atau penyalahgunaan dana desa tidak sesuai dengan prioritas azas kebermanfaatan desa, maka masyarakat bisa melaporkan ke Inspektorat kabupaten atau kejaksaan dengan melampirkan bukti-bukti dugaan yang ditemukan.
AD/SF