Semarang | SidikFakta.com – Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Peduli Hukum Indonesia (Sekjen DPP LPHI) Denny Mulder, SH, MH mengungkapkan kekhawatiran dan rasa was-was atas turunnya Peraturan Pemerintah Nomor: 25 Tahun 2024 sebagai perubahan PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Beliau mengatakan, PP yang ia tandatangani Presiden Joko Widodo 30 Mei 2024 itu rawan konflik.
“Rentan dan sangat memungkinkan menimbulkan permasalahan baru. Selain rawan konflik kepentingan, juga rawan konflik horizontal,” ujarnya.
Poin penting dalam perubahan itu adalah adanya penyisipan pasal yaitu pasal 83A yang memberi peluang bagi Ormas Keagamaan mendapat izin pengelolaan pertambangan.
“Pasal ini berpotensi memicu kecemburuan. Baik antar ormas keagamaan itu sendiri, maupun dengan masyarakat di lingkungan lahan tambang itu sendiri,” ungkap Denny.
Menurut Denny, ormas keagamaan di Indonesia sangat banyak. Semua agama yang diakui ada ormasnya, bahkan satu agama bisa memiliki puluhan ormas.
“Nah, ormas mana yang mau diberi izin? Apakah semua?” tanyanya.
Potensi konflik lainnya yang tidak boleh terabaikan adalah kecemburuan sosial dari masyarakat adat lingkungan lahan pertambangan itu sendiri. Sebaga warga yang menerima dampak negatif keberadaan tambang, tentu juga ingin ikut sejahtera dari hasil alam di wilayah itu.
“Sejatinya mereka lebih berhak mendapat kesempatan mengelola lingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan,” ungkap Denny.
“Saya khawatir masyarakat adat sekitar konsesi tidak terima dan melakukan perlawanan terhadap ormas keagamaan penerima izin. Dan bila ini terjadi, alangkah dzolimnya pemerintah mengadu masyarakat dengan ormas keagamaan yang seharusnya mengayomi umat,” tambah Denny.
Rawan Konflik Horizontal Akibat Bagi-Bagi Izin Usaha Konsesi Pertambangan
Ormas nonkeagamaan yang memiliki badan usaha ekonomi dan memiliki kemampuan pengelolalaan pertambangan. Menurut Denny juga perlu diperhatikan. Jika terabaikan, mereka juga berpotensi menimbulkan konflik.
“Sesama asset bangsa, bukankah mereka juga punya peran dan kontribusi terhadap pembangunan negeri ini?” tanyanya.
Mengingat tingginya tingkat kerawanan konflik itu, Denny berharap ormas keagamaan bijak menyikapi keistimewaan yang ditawarkan pemerintah ini.
“Jangan gegabah mengambil keputusan. Pertimbangkan secara serius dampak yang akan mengikuti kebijakan itu,” harapnya.
Semoga, lanjut Denny, kebijakan itu tidak menimbulkan perang saudara yang akan sangat merugikan bangsa dan negara.
NU Siap
Kehadiran PP 25 Tahun 2024 ini mendapat tanggapan riuh dari masyarakat. Termasuk dari tokoh-tokoh ormas keagamaan itu sendiri.
Sekretaris Umum PP Muhammadiah Abdul Mu’ti terkesan hati-hati menanggapi kebijakan Presiden Jokowi tersebut. Muhammadiah akan mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
“Muhammadiah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa dan juga negara,” kata Abdul Mu’ti.
Baca Juga : DPP LPHI Dirikan Posbakum Indonesia
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom mengatakan keputusan tersebut menunjukkan penghargaan Jokowi kepada ormas keagamaan yang sejak awal telah berkontribusi membangun negeri ini.
Meski demikian PGI mengaku tidak memiliki kemampuan untuk mengelola tambang.
Gomar menekankan adanya kebijakan tersebut tidak membuat tugas utama ormas keagamaan dalam membina umat terabaikan, lantaran sibuk mengurus dunia tambang yang kompleks.
“Izin usaha tambang jangan membuat ormas agama kehilangan daya kritis,” ujarnya mengingatkan.
Setali tiga uang, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga menyatakan tidak akan mengajukan izin kelola tambang. Ketua KWI dan Uskup Agung Jakarta Prof Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo merasa hal itu bukan menjadi wilayahnya.
“KWI tidak akan menggunakan kesempatan itu karena bukan wilayah kami untuk mencari tambang dan lainnya,” katanya.
NU tampaknya satu-satunya ormas keagamaan yang langsung menangkap peluang ini. PBNU bersedia mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus yang pemerintah berikan.
KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) selaku Ketua Umum PBNU memastikan NU telah memiliki sumberdaya manusia yang mumpuni, perangkat organisasi yang lengkap, jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut.
Menanggapi respon dari organisasi keagamaan besar itu, Denny justru memberi apresiasi tinggi kepada PP Muhammadiah, PGI dan KWI.
“Kita layak bersyukur. Meski mendapat peluang yang istimewa, namun mereka tidak gegabah menangkapnya. Mereka lebih mengutamakan kedamaian ummat dibanding keuntungan kelompok,” katanya.
Sementara itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadia mengatakan akan segera menerbitkan izin untuk NU. Menurutnya pemberian izin untuk NU tersebut sedang dalam proses.
Respon yang sangat cepat itu juga tak lepas dari amatan masyarakat. Ada kesan PP ini diterbitkan untuk mengakomodasi kepentingan NU.
“Dalam hitungan hari NU sudah siap dengan segala persyaratan dan Bahlil sepertinya sudah tahu persis persyaratannya pasti terpenuhi,”urai Denny.
“Semoga saja persepsi masyarakat bahwa PP ini dibuat guna melegalkan hadiah dalam tanda petik ke ormas keagamaan terbesar di Indonesia ini,” lanjutnya.
Sebab, katanya lagi, jika itu yang terjadi, maka alangkah buruknya manajemen hukum di negeri ini.
“Dengan mudahnya peraturan diubah hanya untuk mengakomodasi kepentingan penguasa dan kelompok tertentu saja,” tegas.
// Red //