Lombok Tengah, NTB | Sidik Fakta – Kembali lagi media sidikfakta akan menayangkan sekapur sirih opini publik mengenai Dunia Pendidikan. Artikel kali ini datangnya dari Zulkarna Kepala Sekolah SMPN 3 Kopang yang berjudul “Siswa Terpenjara Sekolah Merana”, Kamis (29/06/2023).
Sekolah merupakan garda terdepan dan menjadi motor penggerak dalam proses pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas dan handal. Sekolah sebagai salah satu pelayanan jasa yang harus mampu melayani siswa secara optimal sehingga akan menjadi suatu kekuatan yang mendorong akselerasi pencerdasan kehidupan bangsa guna menjawab segala kebutuhan masyarakat dan tantangan masa depan.
Substansi layanan pada sekolah terletak pada layanan proses pembelajaran, baik layanan pembelajaran di dalam kelas (indoor) maupun di luar kelas (outdoor) dan yang paling berperan dalam proses ini adalah guru. Gurulah yang sangat menentukan kualitas layanan di sekolah. Apabila guru mampu menjaga kondusifitas proses pembelajaran, maka sekolah akan dirasa sebagai tempat yang nyaman dan menyenangkan. Atmosfir kelas seperti ini akan membuat siwa merasa merdeka dan mampu berpartisipasi secara optimal dalam setiap proses pembelajaran.
Kesejukan, ketentraman, dan kenyamanan lingkungan sekolah tidak saja disebabkan karena sekolah yang bersih, indah, asri, rindang, dan tertata rapi, namun karena guru-gurunya yang bersahabat, santun, lebut, sabar, tidak egois, tidak pilih kasih, serta memiliki rasa humor yang tinggi sehingga tidak membuat siswa merasa tegang dan tertekan.
Dengan layanan maksimal, maka sudah barang tentu kepuasan para orang tua siswa sebagai pelanggan eksternal (external customer) akan terpenuhi. Hal ini berdapak pada loyalitas para orang tua siswa yang secara turun temurun akan selalu menyekolahkan anaknya pada sekolah yang sama. Semakin baik layanan, sudah barang tentu sekolah akan semakin subur karena jumlah siswa akan semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Tetapi sungguh ironis diera demokrasi sekarang ini tidak sedikit guru yang masih bergaya kolonialis dan militeristik dalam mengajar dan mendidik para siswanya. Mereka bangga apabila ditakuti siswa, mereka merasa tidak bermartabat kalu tidak dikatakan guru berwibawa. Mereka telah salah memaknai sebuah kewibawaan. Mereka tidak tahu kalau guru berwibawa itu adalah guru yang disegani dan disenangi.
Dampak dari keegoan tersebut maka mereka cendrung berbuat semena-mena dan bertindak diluar norma yang sangat kontradiktif dengan salah satu kompetensi guru yang dipersyaratkan yaitu kompetensi kepribadian. Mereka cenderung marah ketika siswa menjawab tidak sesuai dengan jawaban guru, cerewet, suasana selalu tegang di setiap proses pembelajaran, suka memperlakukan siswa secara tidak manusiawi dengan cara memukul dan berkata kotor apabila siswa dianggap keliru.
Ketika tindakan-tindakan tidak terpuji tersebut dilakukan oleh guru maka siswa akan merasa tidak nyaman, kemerdekaan mereka merasa teramapas, kemandirian menjadi rapuh. Dampak luas dari ketidak mandirian akan menyebabkan siswa menjadi minder, tidak percaya diri dan menjadi penakut. Mulailah sekolah dirasa tidak nyaman dan aman lagi. Hari- hari mereka terasa sudah tidak seperti layaknya seorang siswa. Ketika mereka bertemu guru, mereka bukanya memberi salam dan berjabat tangan, malah justru sebaliknya, mereka menghindar seperti halnya seorang tersangka yang menghindari sang polisi.
Ruang kelas serasa bagai dipenjara, ruang kelas serasa bagai di neraka, ruang kelas terasa sudah tidak aman dan nyaman lagi sebagai tempat belajar, yang ada hanya ketegangan dan ketakutan. Ketika proses belajar mengajar berlangsung, siswa bukannya memperhatikan guru, tetapi mereka hanya menghitung waktu, dari detik ke menit, dari menit ke jam, sambil menggerutu kapan pelajaran selesai.
Hal ini dikarenakan arogansi dan kesewenang-wenangan guru terhadap siswanya. Mereka (guru) menganggap dirinya super yang maha tahu segala-galanya bahkan merasa dirinya The King (Raja) di kelas. Kalau sudah demikian kondisinya maka siswa akan mulai merasa resah, malas belajar, mulai suka membolos, dan tidak masuk tampa ijin.
Akhirnya mulailah satu persatu siswa berguguran, satu persatu siswa meninggalkan sekolahnya (drop out). Ini pertanda awal bencana bagi sekolah, dimana pada awal tahun pelajaran, siswa banyak mendaftar, tetapi karena pelayanan yang buruk ahirnya siswa menjadi berkurang bahkan kosong sehingga sekolah merana tampa siswa.
Mereka lupa bahwa guru itu tidak hanya sebagai pentrasfer pengetahuan seperti proses pemindahan file dari satu komputer ke computer lain, tetapi yang paling utama guru harus mampu merubah prilaku (changing behavior), guru harus mampu menanamkan nilai-nilai (values) serta mampu membangun karakter yang terpuji karena tugas utama guru adalah mendidik.
Para siswa yang dihadapi bukanlah benda mati , tetapi manusia-manusia yang punya rasa dan hati, yang butuh perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, sebagai guru professional harus mampu mendidik dan memperlakukan siswa dengan penuh perhatian dan kasing sayang. Satu lagi yang sangat pentig untuk direnungkan bahwa guru ada karena adanya siswa, tampa adanya siswa maka gurupun tidak akan pernah ada. maka patutlah kita berterimakasih kepada siswa, karena siswa, kita bisa bertahan hidup dan eksis sampai saat ini.
Sebelum penulis mengahiri tulisan ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, ini sekedar opini yang mungkin kondisi tersebut terjadi di sekolah kita, namun semoga tidak.
(HSH)